SIFAT TERPUJI DI DALAM AL-QUR’AN
A.
Konsep
Ikhlas, Murah Hati dan Toleransi dalam Islam
1.
Ikhlas
Menurut Kamus
Besar Bahasa Indonesia (KBBI), ikhlas diartikan sebagai hati yang bersih atau
hati yang tulus. Ikhlas menurut Bahasa artinya bersih dari kotoran. Sedangkan
menurut istilah, ikhlas adalah kondisi di mana seorang hamba hanya mengharap
rido Allah semata dalam menjalankan ibadah ataupun dalam beramal dan memurnikan
niatnya dari hal-hal yang dapat merusak niat itu sendiri. Ikhlas berada dalam
hati manusia sebagai tempat penanaman niat yang mengikat amal. Oleh sebab itu,
ketika hati bersih, maka niat untuk hal-hal positif senantiasa terjaga dan
terhindar dari kesia-siaan karena diabaikannya niat.
Allah swt
berfirman dalam QS. Ghafir ayat 14:
فَادْعُوا
اللَّهَ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ وَلَوْ كَرِهَ الْكَافِرُونَ
Artinya:
“Maka sembahlah Allah dengan memurnikan (mengikhlaskan) ibadah kepadaNya,
meskipun orang-orang kafir tidak menyukainya.
Dalam
penjelasan ayat tersebut, beribadah yang sungguh-sungguh dengan ikhlas
(membersihkan) dan memurnikan niat hanya untuk Allah swt. Tidak disertai niat
untuk riya’ atau sum’ah.
2.
Toleransi
Tolerasni
berasal dari Bahasa Inggris “Tolerance”, artinya membiarkan. Dalam
Bahasa Arab disebut dengan tasammuh yang berarti sikap membiarkan atau lapang
dada. Badawi mengatakan, tasamuh (toleransi) adalah pendirian atau sikap yang
termanifestasikan pada kesediaan untuk menerima berbagai pandangan dan
pendirian yang beraneka ragam meskipun tidak sependapat.
Toleransi
menurut
istilah berarti menghargai, membolehkan membiarkan pendirian, pendapat,
kepercayaan, kebiasaan, kelakuan dan sebagainya yang lain atau yang
bertentangan dengan pendiriannya sendiri. Misalnya agama, ideologi dan ras.
Dalam
toleransi, Allah swt dengan jelas memberikan petunjuk kepada Nabi SAW melalui
firmannya. Antara lain dalam QS. Al-Kafiruun:
قُلْ يَا أَيُّهَا
الْكَافِرُونَ. لَا أَعْبُدُ مَا تَعْبُدُونَ. وَلَا أَنْتُمْ عَابِدُونَ مَا أَعْبُدُ. وَلَا
أَنَا عَابِدٌ مَا عَبَدْتُمْ. وَلَا أَنْتُمْ عَابِدُونَ مَا أَعْبُدُ. لَكُمْ
دِينُكُمْ وَلِيَ دِينِ.
“Katakanlah
(Muhammad), “Wahai orang-orang kafir!. Aku tidak akan menyembah apa yang kamu
sembah. Dan kamu bukan penyembah apa yang aku sembah. Dan aku tidak pernah
menjadi penyembah apa yang kamu sembah. Dan kamu tidak pernah pula menjadi
penyembah apa yang aku sembah. Untukmu agamamu dan untukku agamakku.”
Pada ayat tersebut, jelas bahwa, Allah swt
memerintahkan kepada kita semua untuk bersikap toleransi, menghargai setiap
perbedaan dan tidak memaksakan kehendak untuk diikuti oleh orang lain.
3.
Murah Hati
Dalam kamus
besar bahasa Indonesia murah hati adalah suka (mudah) memberi; tidak pelit;
penyayang dan pengasih; suka menolong; baik hati kebaikan hati; sifat kasih dan
sayang; kedermawanan.
Sifat hati
yang mulia dan hangat berupa kesdiaan untuk mendatangkan kebaikan bagi orang
lain dengan memberi secara limpah, dengan tangan terbuka, tanpa ditahan-tahan.
Terkait
dengan murah hati, Allah swt berfirman dalam QS. Al-Baqarah ayat 272:
لَيْسَ
عَلَيْكَ هُدَاهُمْ وَلَكِنَّ اللَّهَ يَهْدِي مَنْ يَشَاءُ وَمَا تُنْفِقُوا مِنْ
خَيْرٍ فَلِأَنْفُسِكُمْ وَمَا تُنْفِقُونَ إِلَّا ابْتِغَاءَ وَجْهِ اللَّهِ
وَمَا تُنْفِقُوا مِنْ خَيْرٍ يُوَفَّ إِلَيْكُمْ وَأَنْتُمْ لَا تُظْلَمُونَ
“Bukanlah kewajibanmu menjadikan mereka mendapat
petunjuk, akan tetapi Allah yang memberi petunjuk (memberi taufiq) siapa yang
dikehendaki-Nya. Dan apa saja harta yang baik yang kamu nafkahkan (di jalan
Allah), maka pahalanya itu untuk kamu sendiri. Dan janganlah kamu membelanjakan
sesuatu melainkan karena mencari keridhaan Allah. Dan apa saja harta yang baik
yang kamu nafkahkan, niscaya kamu akan diberi pahalanya dengan cukup sedang
kamu sedikitpun tidak akan dianiaya.”
B.
Tafsir
Ayat-ayat tentang Ikhlas, Murah Hati dan Toleransi.
1.
Ikhlas
Terkait
dengan ikhlas, terdapat penjelasan dari ayat-ayat al-Qur’an berikut:
a.
QS. Ghafir ayat 14:
فَادْعُوا
اللَّهَ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ وَلَوْ كَرِهَ الْكَافِرُونَ
Artinya:
“Maka sembahlah Allah dengan memurnikan (mengikhlaskan) ibadah kepadaNya,
meskipun orang-orang kafir tidak menyukainya.
Kajian
Tafsir:
1)
Tafsir Jalalain
Maksud dari
memurnikan (mengikhlaskan) ibadah kepada-Nya ialah memurnikan agama Allah dari
segala kemusyrikan, meskipun orang-orang kafir tidak menyukai keikhlasan ibadah
kalian kepada Allah swt.
2)
Tafsir Ibnu Katsir
Dalam kitab
tafsir Ibnu Katsir dijelaskan bahwasanya Allah telah memerintahkan kepada
manusia untuk memurnikan (mengikhlaskan) penyembahan dan doanya hanya kepada
Allah meskipun orang-orang kafir maupun orang-orang musyrik memiliki pendapat
yang berbeda mengenai hal ini. Dalam
hal ini, Ibnu Katsir memperkuat penjelasannya dengan hadits yang relevan
berikut ini:
Tidak ada
Tuhan selain Allah semata, tiada sekutu bagi-Nya, bagi-Nya kerajaan dan
bagi-Nya segala puji, dan adalah Dia Mahakuasa atas segala sesuatu. Tidak ada
daya dan tidak ada kekuatan kecuali dengan pertolongan Allah. Tidak ada Tuhan
selain Allah, dan kami tidak menyembah selain hanya kepada-Nya. Bagi-Nya semua
nikmat, karunia, dan pujian yang baik. Tidak ada Tuhan selain Allah (dengan) memurnikan
ketaatan kepada-Nya, meskipun orang-orang kafir tidak menyukai (nya).
Selain
itu, diperkuat lagi dengan hadis berikut ini:
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan
kepada kami Ar-Rabi', telah menceritakan kepada kami Al-Khasib ibnu Nasih,
telah menceritakan kepada kami Saleh (yakni Al-Murri), dari Hisyam ibnu Hassan,
dari Ibnu Sirin, dari Abu Hurairah r.a., dari Nabi Saw. yang telah bersabda: Berdoalah
kepada Allah Swt., sedangkan kalian merasa yakin akan diperkenankan. Dan
ketahuilah bahwa Allah Swt. tidak memperkenankan doa dari orang yang hatinya
lalai lagi tidak khusyuk.
b.
QS. Ghafir ayat 65
هُوَ
الْحَيُّ لَا إِلَهَ إِلَّا هُوَ فَادْعُوهُ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ الْحَمْدُ
لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ
“Dialah Yang
hidup kekal, tiada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia; maka sembahlah
Dia dengan memurnikan ibadat kepada-Nya. Segala puji bagi Allah Tuhan semesta
alam.”
Kajian
Tafsir:
1)
Tafsir Jalalain
Dalam kitab
Tafsir Jalalain, ayat ini ditafsirkan dengan makna: (Dialah Yang hidup kekal
tiada Tuhan melainkan Dia, maka serulah Dia) sembahlah Dia (dengan memurnikan
ibadah kepada-Nya) dari kemusyrikan. (Segala puji bagi Allah Rabb semesta alam).
2)
Tafsir Ibnu Katsir
Pada
Tafsir Ibnu Katsir, ayat di atas ditafsir terlebih dahulu sepengal demi
sepenggal kemudian ditafsir secara keseluruhan ayat.
Yakni Dialah Yang Hidup sejak zaman azali dan
selama-lamanya, Dia tetap dan tetap Hidup, Dialah Yang Pertama dan Yang
Terakhir, dan Yang Maha lahir lagi Maha batin.
dengan
mengesakan-Nya dan mengakui bahwa tiada Tuhan yang wajib disembah selain Dia,
segala puji bagi Allah Tuhan semesta alam.
Berdasarkan
penafsiran ini, beberapa ulama’ menyebutkan bahwa dalam mengucapkan kalimat
“Tiada Tuhan (yang wajib disembah) selain Allah” hendaklah seseorang tersebut
mengikutinya dengan kalimat “Segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam”.
Beberapa ulama’ tersebut diantaranya ialah Ibnu Jarir dan Abu Usamah.
Surat
Al A’raf ayat 29
Kajian
Tafsir:
1)
Tafsir Jalalain
Dalam tafsir Jalalain, ayat di atas ditafsirkan sebagai berikut:
(Katakanlah,
"Tuhanku menyuruh menjalankan keadilan") yaitu perbuatan yang adil.
(Dan luruskanlah) diathafkan secara makna kepada lafal bil qisthi, yang
artinya, Ia berkata, "Berlaku adillah kamu dan luruskanlah dirimu."
Atau diathafkan kepada lafal sebelumnya dengan menyimpan taqdir yakni:
Hadapkanlah dirimu (mukamu) kepada Allah (di setiap salatmu) ikhlaslah kamu
kepada-Nya di dalam sujudmu (dan sembahlah Allah) beribadahlah kepada-Nya
(dengan mengikhlaskan ketaatan kepada-Nya) bersih dari kemusyrikan.
(Sebagaimana Dia menciptakanmu pada permulaan) yang sebelumnya kamu bukanlah
merupakan sesuatu (demikian pulalah akan kembali kepada-Nya) artinya Dia akan
mengembalikan kamu pada hari kiamat dalam keadaan hidup kembali.
2)
Tafsir Al Mishbah
Dalam kitab tafsir yang ditulis oleh Quraish Shihab,
ayat di atas memiliki penafsiran sebagai berikut:
Terangkan
kepada mereka apa yang diperintahkan Allah. Katakanlah, "Tuhanku menyuruh
berlaku adil dan tidak berlaku keji. Dia menyuruh kalian beribadah hanya
kepada-Nya di setiap waktu dan tempat. Dan Dia juga menyuruh kalian ikhlas
dalam beribadah kepada-Nya. Masing-masing kalian akan kembali kepada- Nya
setelah mati. Seperti halnya Dia menciptakan kalian dengan mudah di saat kalian
tidak memiliki apa- apa, kalian akan dikembalikan kepada-Nya dengan mudah pula,
meninggalkan semua nikmat yang ada di sekeliling kalian."
3)
Tafsir Ibnu Katsir
Dalam
tafsir ibnu katsir, pada penggalan ayat 29 surat Al A’raf yang berbunyi:
Yang berarti: Katakanlah “Tuhanku menyuruh
menjalankan keadilan” ini ditafsirkan bahwa Allah memerintahkan manusia
untuk berlaku adil dan berada pada jalan yang lurus dalam segala perkara.
Potongan ayat
ini ditafsirkan dengan penjelasan sebagai berikut:
“Allah
memerintahkan kalian agar beristiqamah dalam menyembah-Nya, yaitu dengan mengikuti
para rasul yang diperkuat dengan mukjizat-mukjizat dalam menyampaikan apa yang
mereka terima dari Allah dan syariat-syariat yang mereka datangkan. Allah
memerintahkan kepada kalian untuk ikhlas dalam beribadah hanya untuk-Nya.
Karena sesungguhnya Allah tidak akan menerima amal, melainkan bila di dalam
amal itu terhimpun dua rukun berikut, yaitu hendaknya amal dikerjakan secara
benar lagi sesuai dengan tuntutan syariat, dan hendaknya amal dikerjakan dengan
ikhlas karena Allah bersih dari syirik.”
Selanjutnya,
potongan ayat 29 yang terakhir yang berbunyi:
كَمَا بَدَأَكُمْ تَعُودُونَ
Yang berarti: Sebagaimana Dia telah
menciptakan kalian pada permulaan (demikian pula) kalian akan kembali (kepada-Nya)
d.
Surat Az Zumar Ayat 11
1)
Tafsir Jalalain
Dalam tafsir
Jalalain, dijelaskan bahwa penafsiran dari memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam
(menjalankan) agama ialah murni dari perbuatan syirik.
2)
Tafsir Al Mishbah
Dalam tafsir
yang ditulis oleh Quraish Shihab tersebut dijelaskan bahwa penafsiran ayat di
atas ialah sebuah perintah untuk mengatakan “aku diperintahkan untuk
meyembah Allah dengan penuh ikhlas dan tulus murni, tanpa ada kesyirikan dan
riya’ atau pamrih”
3)
Tafsir Ibnu Katsir
Dalam tafsir
ibnu katsir, dijelaskan bahwa pemaknaan atau penafsiran atas ayat di atas ialah
sebuah perintah untuk mengatakan bahwa “sesungguhnya aku hanya diperintahkan
untuk memurnikan ibadah hanya kepada Allah semata, tiada sekutu bagi-Nya”
2.
Toleransi
Terkait dengan toleransi, terdapat penjelasan
dari ayat-ayat al-Qur’an sebagaimana Allah swt berfirman:
“Di antara
mereka ada orang-orang yang beriman kepada Al-Qur’an”.
Maksudnya, di
antara mereka yang kamu diutus kepada mereka, hai Muhammad, ada yang beriman
dengan Al-Qur’an ini, dia mengikutimu dan mengambil manfaat dengan apa yang
kamu diutus dengannnya.
Dan
firman Allah berikutnya:
“Dan di
antaranya ada (pula) orang-orang yang tidak beriman kepadannya.”
Bahkan dia
mati dalam keadaan seperti itu dan dibangkitkan dalam keadaan seperti itu pula.
Dan
dalam firman Allah berikutnya:
“Dan Rabbmu
lebih mengetahui tentang orang-orang yang berbuat kerusakan.”
Maksudnya,
Allah lebih mengetahui siapa yang berhak mendapat petunjuk, maka Allah
memberinya petunjuk. Dan siapa yang berhak mendapatkan kesesatan, maka Allah
menyesatkannya. Allahlah yang Maha Adil yang tidak berbuat zalim, akan tetapi
Allah Memberi masing-masing sesuai haknya, Maha Suci Allah Ta’ala Yang Maha
Tinggi dan Maha Bersih, tiada Ilah (yang berhak disembah) selain Dia.
Lebih lanjut
Allah mengajarkan manusia tentang pentingnya toleransi melalui firman-Nya dalam
surat Al Kafirun ayat 6 yang berbunyi:
لَكُمْ
دِينُكُمْ وَلِيَ دِينِ
“Untukmu
agamamu, dan untukku agamaku.” Dalam kitab tafsir Jalalain dijelaskan
sebagai berikut:
“(Untuk
kalianlah agama kalian) yaitu agama kemusyrikan (dan untukkulah agamaku")
yakni agama Islam. Ayat ini diturunkan sebelum Nabi saw. diperintahkan untuk
memerangi mereka. Ya’ Idhafah yang terdapat pada lafal ini tidak disebutkan
oleh ahli qiraat sab'ah, baik dalam keadaan Waqaf atau pun Washal. Akan tetapi
Imam Ya'qub menyebutkannya dalam kedua kondisi tersebut.”
Adapun
menurut Quraish Shihab dalam Tafsirnya, ia menjelaskan makna dari ayat tersebut ialah ”
Bagi kalian agama kalian yang kalian yakini, dan bagiku agamaku yang Allah perkenankan
untukku.”
3.
Tafsir
ayat-ayat tentang Murah hati
Sebagaimana terdapat dalam QS. Al-Baqarah ayat
272 yang berbunyi :
“Bukanlah
kewajibanmu menjadikan mereka mendapat petunjuk, akan tetapi Allah yang memberi
petunjuk (memberi taufiq) siapa yang dikehendaki-Nya. Dan apa saja harta yang
baik yang kamu nafkahkan (di jalan Allah), maka pahalanya itu untuk kamu
sendiri. Dan janganlah kamu membelanjakan sesuatu melainkan karena mencari
keridhaan Allah. Dan apa saja harta yang baik yang kamu nafkahkan, niscaya kamu
akan diberi pahalanya dengan cukup sedang kamu sedikitpun tidak akan dianiaya.”
Asbabun Nuzul
ayat ini adalah: “Bahwa ada orang-orang yang tidak suka memberikan sedekah
kepada keturunan mereka dari kalangan musyrik, lalu mereka menanyakan hal itu,
hingga diberikan rukhshah (keringanan) bagi mereka. Maka turunlah ayat ini yang
membolehkan memberi sedekah kepada kaum Musyrikin.” (Diriwayatkan oleh
An-Nasai, Al-Hakim, Al-Bazzar, Ath-Thabrani dan lain-lain, yang bersumber dari
Ibnu Abbas.
Dalam
riwayat lain, Rasulullah SAW pernah melarang umat islam pada saat itu untuk
bersedekah kecuali kepada sesame muslim. Maka turunlah ayat ini yang
memerintahkan supaya memberi sedekah kepada semua orang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar