MEMAKSIMALKAN BELAJAR DARI RUMAH
DALAM KETERBATASAN
BDR atau belajar dari rumah muncul sebagai respon atas wabah Covid-19 yang melanda seantero negeri bahkan dunia. Belajar Dari Rumah tidak serta merta bisa semaksimal belajar seperti biasanya. Karena pada dasarnya perubahan pola belajar tersebut dipengaruhi oleh ketersediaan sarana. Untuk guru dan peserta didik di daerah perkotaan tentu hal tersebut tidak menjadi masalah berarti. Berbeda dengan guru dan peserta didik yang berada di daerah dengan keterbatasan media pendukung pembelajaran dengan pola baru tersebut. Kita memang dituntut untuk terus beradaptasi dengan semua kondisi dan keadaan. Termasuk dalam hal ini adalah menyikapi dunia pendidikan dengan penyesuaian-penyesuaian.
Banyak kesulitan yang dialami ketika harus berubah dai pola lama ke pola baru dalam dunia pendidikan. Tentu saja hal ini karena mewabahnya virus tidak pernah direncanakan berdampak serius bagi kehidupan manusia. Belajar melalui internet atau dengan memanfaatkan teknologi informasi terbatas hanya pada pihak atau daerah yang memadai dengan sarana internet. Berbeda dengan yang dialami oleh guru dan peserta didik yang berada di daerah dengan sarana terbatas. Bahkan ada yang berinisiatif untuk menuntaskan proses pembelajaran dengan pola Home Visit, akan tetapi pola ini sangat tidak efektif dan membutuhkan ongkos yang besar. Bisa dibayangkan satu guru harus mengunjungi rumah setiap peserta didik. Sungguh bukan pilihan yang ingin diterapkan, akan tetapi sekali lagi karena kondisi.
Satu hal penting terkait BDR yang telah dikemukakan oleh Kemendikbud, bahwa proses BDR tidak dijadikan sebagai alat ukur kelulusan atau kenaikan kelas. Bahkan sudah jelas bahwa untuk nilai kelulusan diambil dari semester 1 (satu) sampai dengan 5 (lima) untuk SMP misalnya. Kebijakan yang dikeluarkan oleh kemendikbud ini melenturkan aktifitas pembelajaran yang awalnya kaku dan pragmatis. Bahwa guru harus menuntaskan materi pembelajarannya.
Kondisi seperti ini memberikan kesan dan pesan bahwa, fase ini adalah masa di mana kita sedang "dipaksa" untuk berdamai dengan kenyataan bahwa mau tidak mau kita harus masuk dalam kehidupan dengan pola hidup baru atau new normal.
